PENCAK SILAT Dalam Perspektif Arkeologi

oleh Hasan Djafar

1

Pencak Silat merupakan nama suatu bentuk kesenian tradisonal. Berbagai aspek dan komponen dari kesenian ini telah berakar dan berkembang dalam kehidupan budaya bangsa Indonesia. Bentuk kesenian tradisional ini telah menjadi pemberi ciri atau identitas bagi Kebudayaan Nasional Indonesia (Koentjaraningrat, 1985:115), bahkan pada masa sekarang ini menurut para pengamat pencak silat telah menjadi wahana komunikasi dan solidaritas sosial-politik(*Keterangan 1). Di dalamnya terkandung beraneka ragam aspek budaya yang mengikuti dinamika sosial budaya bangsa Indonesia hingga masa sekarang. Berdasarkan pengamatan para ahli di bidang pencak silat pula kita mengetahui bahwa secara substansial pencak silat merupakan satu kesatuan dari empat sunsur, yaitu: unsur seni, bela diri, olah raga, dan mental-spiritual (Maryono, 2008:9-11).

Dengan demikian walaupun bentuk kesenian ini tergolong tradisional namun mampu tetap eksis dan mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan moderen dan internasional seperti sekarang ini.

2

Berdasarkan pengakuan dari berbagai kalangan, diyakini bahwa pencak silat telah memiliki perkembangan yang panjang, sepanjang pengalaman peradaban manusia, sejak Jaman Prasejarah. Namun tentu selama perjalanan sejarahnya itu banyak perubahan-perubahan yang terjadi dan berakumulasi secara bertahap sampai pada tingkat penca-paiannya seperti sekarang. Dari masa-masa yang paling awal itu tentu tidak banyak, bahkan dapat dikatakan tidak ada tingalan-tinggalan budaya material yang dapat dijadikan bukti secara langsung tentang perkembangan tersebut. Adapun tinggalan-tinggalan budaya yang mungkin dapat digunakan untuk mengetahui kehadiran bentuk awal budaya pencak silat adalah tinggalan-tinggalan budaya bertulis berupa naskah-naskah kuna dan tinggalan-tinggalan arkeologi berupa area-area dan pahatan relief percandian dari masa sejak Jaman Hindu-Buddha. Dari masa tersebut kita mengenal karya-karya sastra seperti Mahabharata dan Ramayana melalui naskah-naskah Jawa Kuna. Demikian pula dari masa tersebut kita mengenal berbagai bentuk area dan pahatan relief pada dinding-dinding candi, yang memperlihatkan secara visual adegan-adegan berperang, perkelahian, tari-tarian, dan berbagai jenis alat senjata, yang secara tidak langsung dapat pula memberikan gambaran nyata bagaimana taktik berperang atau berkelahi dilakukan pada waktu itu. Walau pun naskah-naskah sastra dan tinggalan-tinggalan arkeologi seperti itu tidak secara eksplisit menampilkan adanya bentuk budaya berupa pencak silat, namun tidak mustahil dari peninggalan-peninggalan seperti itu kita dapat mengetahui adanya peperangan dan berbagai taktik berperang pada jaman dahulu, bahkan mungkin pula diperoleh gambaran tentang berbagai bentuk sikap fisik atau jurus dalam olah perang dan perkelahian tersebut yang dapat mengidentifikasikan svaui bentuk taktik atau jurus yang berkembang dalam pencak silat.

3

Sebagai contoh pada kesempatan ini saya akan menunjukkan beberapa tinggalan arkeologi baik berupa pahatan relief yang terdapat pada beberapa candi dan area-area dari Jaman Hindu Buddha.

Pahatan Relief

Pada dinding Candi Borobudur, yang berasal dari masa sekitar awal abad X, terdapat sejumlah pahatan berupa relief yang menggambarkan berbagai adegan perang dan perkelahian, tarian perang dan berbagai senjata dan peralatan perang. Berdasarkan penggambaran postur dan gerakan tubuh mau pun gerakan anggota tubuhnya, beberapa diantaranya mengindikasikan gerakan-gerakan yang lazim kita temukan di dalam pencak Beberapa contoh misalnya dapat disebutkan relief-relief pada candi-candi yang ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur, seperti pada candi-candi berikut ini:

  • Candi Borobudur, dari masa sekitar pertengahan abad IX (lihat foto: 1, 6, dan 7);
  • Candi Siwa (Lara Jonggrang), dari ,asa sekitar akhir abad LX (lihat foto: 2 dan 4);
  • Candi Mendut, dari masa sekitar abad X (lihat foto: 5); dan
  • Candi Rimbi, dari masa abad XIV (lihat foto: 3);

Area-area Perunggu

Demikian pula sejumlah area baik area batu mau pun area logam yang pada umumnya menggambarkan sosok kedewataan, banyak menampilkan bentuk-bentuk gerakan yang dapat memberikan petunjuk indikasi gerakan seperti yang terdapat dalam pencak silat. Sebagai contoh dapat disebutkan di antaranya adalah area-area yang ditemukan di Suracolo, Jawa Tengah, yang berasal dari masa awal abad X (Soenarto, 1980; Fontein, 1990). Dari seluruhnya yang berjumlah 18 buah, empat di antaranya memperlihatkan adanya indikasi tersebut.

(1) Area perunggu temuan dari Suracolo, yang menggambarkan tokoh Dewi Sukarasya, salah satu dari empat dewi penjaga gerbang Mandala. Sosok Dewi ini digambarkan dengan sikap kaki “kuda-kuda” dan sikap tangan “siap menahan serangan”. Sikap kaki dan tangan seperti itu tidak asing dalam pencak silat. (Lihat foto: 8).
(2) Area perunggu dari Suracolo, yang menggambarkan tokoh Dewi Hayasya, yang juga merupakan dewi penjaga gerbang Mandala. Area ini digambarkan dengan sikap kaki dan gerakan tangan yang tidak asing dalam gerakan pencak silat. Bahkan area ini dilengkapi pula senjata berupa angkusa. (Lihat foto: 9).
(3) Area perunggu dari Suracolo (tokoh tidak dikenal). Area ini memperlihatkan sikap kaki dan gerakan tangan seperti yang lazim ditemukan dalam pencak silat. (Lihat foto: 10).
(4) Area perunggu dari Suracolo yang menggambarkan tokoh Dewi Wajra-Nrtya. Area Ini digambarkan dengan gerakan kaki kiri menendang ke atas, dan sikap tangan yang tidak asing dalam dunia pencak silat. (Lihat foto: 11).

4

Dalam mengahiri uraian singkat ini dapat kiranya dikemukakan bahwa, melalui kajian terhadap peninggalan-peninggalan arkeologi diharapkan dapat diperoleh bukti nyata tentang perjalanan sejarah yang dialami pencak silat pada masa lampau, khususnya pada masa perkembangan erajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara. Dengan demikian melalui perspektif arkeologi diharapkan dapat diperoleh pula wawasan dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai pencak silat, yang telah memberi ciri sebagai identitas kebudayaan nasional bangsa Indonesia.

(Keterangan 1) Lihat pembahasan O’ong Maryono dalam bukunya Pencak Silat: Merentang Waktu (Yogyakarta: Benang Merah), 2008. Lihat pula: Ian Douglas Wilson, The Politics of Inner Power: The Practice Pencak Silat in West Java, Ph.D. Thesis, School of Asian Studies Murdoch University Western Australia, 2002.

Bibliografi

Bernet Kempers, A.J. 1959. Ancient Indonesian Art. Cambridge, Massachusset: Harvard University Press.

Bernet Kempers, A.J.  1976. Ageless Borobudur. Wassenaar: Sevire. Draeger, Donn F. 1993. The Weapons and Fighting Arts of Indonesia. Rutland et.:Charles

  1. Turtle. Second Printing. Fontein, Jan. 1990. The Sculpture of Indonesia. Washington: National Gallery of Arts/New York: Harry N. Abrams.

Holt, Claire. 1967. Art in Indonesia: Change and Continuities. Ithaca, New York: Cornell University Press.

Kinney, Ann. 2003. Worshiping Siva and Buddha: The Temple Art of East Java. Honolulu: University of Hawai’i Press.

Koentjaraningrat. 1985. “Persepsi Tentang Kebudayaan Nasional”, dalam: Alfian (Editor), Persepsi Masyarakat Tentang Kebudayaan, him. 99-141.

Maryono, O’ong. 2008. Pencak Silat Merentang Waktu. Yogyakarta:Benang Merah. Cetakan Ketiga.

Soenarto, Th.A. 1980. ”Temuan Area-area Perunggu di Daerah Bantul (Sebuah Pengumuman)”, dalam Satyawati Suleiman (Editor). Pertemuan Umiah Arkeologi, 1977. Jakarta:Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional, him. 392-423.

Wilson, Ian Douglas. 2002. The Politics of Inner Power: The Practice of Pencak Silat in West Java. Ph.D. Thesis. School of Asian Studies Murdoch University Western Australia.

 

Artikel ini disampaikan dalam “Seminar Pencak Silat Tradisional dalam Perspektif Budaya dan Sejarah”, 17 Februari 2011 di Universitas Indonesia

GAMBAR-GAMBAR BISA DILIHAT DI Forum Arkeologi.

Penguatan Eksistensi Bangsa Melalui Seni Bela Diri PENCAK SILAT

Oleh Endang Kumaidah*

Pencak silat atau silat adalah suatu seni beladiri tradisional yang berasal dari Indonesia. Pencak silat sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia berkembang sejalan dengan sejarah perkembangan masyarakat Indonesia. Seni beladiri pencak silat secara luas telah dikenal di Indonesia, bahkan mulai berkembang ke negara tetangga seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Filipina selatan, dan Thailand selatan, tepatnya di provinsi Pattani, sesuai dengan penyebaran dan perkembangan suku bangsa Melayu Nusantara. Pencak silat berasal dari dua kata yaitu pencak dan silat. Pencak berarti gerak dasar beladiri yang terikat pada peraturan. Silat berarti gerak beladiri sempurna yang bersumber pada kerohanian.

Istilah silat dikenal secara luas di Asia Tenggara, akan tetapi di Indonesia istilah yang digunakan adalah pencak silat. Istilah ini digunakan sejak 1948 untuk mempersatukan berbagai aliran seni beladiri tradisional yang berkembang di Indonesia. Nama pencak digunakan di Jawa, sedangkan silat digunakan di Sumatera, Semenanjung Malaya, dan Kalimantan. Dalam perkembangannya kini istilah pencak lebih mengedepankan unsur seni dan penampilan keindahan gerakan, sedangkan silat adalah inti ajaran beladiri dalam pertarungan. Maryono (1999) menyimpulkan bahwa yang menjadi kriteria untuk membedakan arti Pencak dan arti Silat adalah apakah sebuah gerakan itu boleh dipertontonkan atau tidak.
Pengurus Besar IPSI pada tahun 1975 mendefinisikan pencak silat sebagai berikut: “Pencak silat adalah hasil budaya manusia Indonesia untuk membela, mempertahankan eksistensi (kemandiriannya) dan integritasnya (manunggal) terhadap lingkungan hidup/alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”. Tokoh-tokoh pendiri IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) telah sepakat untuk tidak membedakan pengertian Pencak dengan Silat karena kedua kata tersebut memang mempunyai pengertian yang sama. Kata Pencak maupun Silat sama-sama mengandung pengertian kerohanian, irama, keindahan, kiat maupun praktek, kinerja, atau aplikasinya.

Notosoejitno (2001:1) menyatakan bahwa dilihat dari sosok, profil atau tampilan pencak silat di Indonesia ada tiga, yaitu:

1. Pencak silat asli (original), ialah pencak silat yang berasal dari lokal dan masyarakat etnis di Indonesia.

2. Pencak silat bukan asli yang sebagian besar berasal dari Kung Fu, Karate dan Jujitsu.

3. Pencak silat campuran, ialah campuran antara pencak silat asli dan bukan asli (beladiri asing yang ingin bergabung dengan nama pencak silat sesuai peraturan AD dan ART IPSI).

Kini pencak silat telah merambah masuk dalam dunia pendidikan. Di berbagai sekolah dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi, Pencak Silat menjadi bagian dari kegiatan ekstra kurikuler yang banyak di gemari. Bahkan Pencak Silat telah menjadi salah satu cabang olahraga yang ditandingkan dalam berbagai kejuaraan baik tingkat nasional sampai tingkat dunia. Jika keempat aspek tersebut dapat dipadukan dalam diri pesilat, sudah barang tentu akan menjadi salah satu unsur perekat bangsa untuk bersatu dan mengangkat harkat, derajat, dan martabat bangsa Indonesia di mata dunia.

NILAI LUHUR PENCAK SILAT
Pencak silat merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang patut dilestarikan karena pencak silat merupakan salah satu alat pemersatu bangsa dan identitas bangsa Indonesia. Ilmu beladiri ini berkembang dari keterampilan suku-suku asli Indonesia dalam berburu dan berperang dengan menggunakan senjata tradisional seperti parang, perisai, dan tombak, misalnya seperti dalam tradisi suku Nias. Silat diperkirakan menyebar di Kepulauan Nusantara sejak abad ke-7 Masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat ditentukan secara pasti. Kerajaan-kerajaan besar pada zaman dahulu, seperti Sriwijaya dan Majapahit disebutkan memiliki pendekar-pendekar besar yang menguasai ilmu beladiri silat yang luar biasa tangguhnya dan dapat menghimpun prajurit-prajurit yang memiliki kemahiran dalam pembelaan diri dan Negara yang dapat diandalkan.

Peneliti silat Donald F. Draeger (2006) berpendapat bahwa bukti adanya seni beladiri bisa dilihat dari berbagai artefak senjata yang ditemukan dari masa klasik (Hindu-Budha) serta pada pahatan relief-relief yang berisikan sikap-sikap kuda-kuda silat di Candi Prambanan dan Borobudur. Sementara itu Sheikh Shamsuddin (2005) berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu beladiri dari Cina dan India dalam silat. Hal ini karena sejak awal kebudayaan Melayu telah mendapat pengaruh dari kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun perantau dari India, Cina, dan mancanegara lainnya.

Sebagai wahana pendidikan kependekaran, pencak silat sarat akan nilai-nilai luhur. Nilai-nilai luhur dalam pencak silat dapat dimengerti dari empat aspek, yaitu aspek mental spiritual, aspek olahraga, aspek seni gerak, dan aspek beladiri.

1. Aspek Mental Spiritual: Pencak silat membangun dan mengembangkan kepribadian dan karakter mulia seseorang. Para pendekar dan maha guru pencak silat zaman dahulu seringkali harus melewati tahapan semadi, tapa, atau aspek kebatinan lain untuk mencapai tingkat tertinggi keilmuannya.

2. Aspek Seni Budaya: Budaya dan permainan “seni” pencak silat ialah salah satu aspek yang sangat penting. Istilah Pencak pada umumnya menggambarkan bentuk seni tarian pencak silat, dengan musik dan busana tradisional.

3. Aspek Beladiri: Kepercayaan dan ketekunan diri ialah sangat penting dalam menguasai ilmu beladiri dalam pencak silat. Istilahsilat, cenderung menekankan pada aspek kemampuan teknis beladiri pencak silat.

4. Aspek Olah Raga: Ini berarti bahwa aspek fisik dalam pencak silat ialah penting. Pesilat mencoba menyesuaikan pikiran dengan olah tubuh.

Keempat aspek tersebut membentuk satu kekuatan dan kesatuan yang bulat (Subroto dan Rohadi, 1996:6).

Menurut Draeger, senjata dan seni dalam beladiri silat adalah tidak dapat terpisahkan, bukan hanya dalam hal olah tubuh saja, melainkan juga dalam hubungan spiritual yang terkait erat dengan kebudayaan Indonesia. Pencak silat menjadi bagian dari latihan spiritual seseorang. Sebagai aspek mental-spiritual, pencak silat lebih banyak menitik beratkan pada pembentukan sikap dan watak kepribadian pesilat yang sesuai dengan falsafah budi pekerti luhur.

Pada aspek beladiri, pencak silat bertujuan untuk memperkuat naluri manusia untuk membeladiri terhadap berbagai ancaman dan bahaya. Gerakan dasar dalam silat itu sendiri banyak diperoleh dengan menirukan gerakan binatang yang ada di alam sekitar, seperti menirukan gerakan kera, harimau, ular atau burung elang. Beberapa gerakan dasar dalam pencak silat antara lain sikap kuda-kuda, pukulan, tendangan, tangkisan, langkah, kembangan, jurus, sapuan, guntingan, dan terakhir kuncian yang mengandung unsur-unsur tarian sehingga memperindah gerakan pencak silat.

Dari ilmu beladiri dan seni tari rakyat, pencak silat berkembang menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah asing. Sebagai alat pemersatu bangsa pencak silat berperan dalam bela negara untuk menghadapi penjajahan bangsa asing. Dalam sejarah perjuangan melawan penjajah Belanda, tercatat para pendekar yang mengangkat senjata, seperti Panembahan Senopati, Sultan Agung, Pangeran Diponegoro, Teuku Cik Di Tiro, Teuku Umar, Imam Bonjol, serta para pendekar wanita, seperti Sabai Nan Aluih, Cut Nyak Dhien, dan Cut Nyak Meutia.

Pencak silat juga dipelajari oleh banyak kaum pergerakan politik termasuk beberapa organisasi kepanduan nasional. Dengan diam-diam perguruan pencak silat berhasil memupuk kekuatan yang siap untuk melawan penjajah sewaktu-waktu. Bagi kaum pergerakan yang ditangkap oleh penjajah dan dibuang secara diam-diam, mereka menyebarkan beladiri pencak silat di tempat pembuangan. Namun penjajah Belanda mempunyai politik yang ampuh dalam memecah belah antar suku bangsa atau aliran pencak silat (devide et impera).

Lain halnya pada penjajahan Jepang. Pencak silat dibebaskan untuk berkembang. Jepang memanfaatkannya untuk menghadapi Sekutu. Bahkan Jepang menganjurkan pemusatan tenaga aliran pencak silat di seluruh Jawa secara serentak yang diatur oleh pemerintah di Jakarta. Namun Jepang tidak menyetujui pencak silat menjadi olahraga untuk senam pagi di sekolah-sekolah, agar tidak menyaingi senam Taisho Jepang yang sudah lebih dulu dipakai untuk senam setiap pagi hari.

Pencak silat berkembang setelah perguruan pencak silat yang dimotori oleh kalangan pelajar eks PETA, Pasukan Pelopor, dan Heiho, mulai nenyusun sistem pengajaran pencak silat. Sistem pengajaran yang diberikan mengenakan seremonial seperti beladiri Jepang (upacara, menghormat, berdoa dan mulai pemanasan, berlatih dan ditutup dengan seremonial lagi). Sistem pengajaran berbeda-beda kalau dilihat antara sistem pengajaran pencak silat dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera.
Sesuai dengan tuntutan perjuangan untuk bersatu, pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta dibentuk sebuah wadah tunggal organisasi Pencak Silat yang diberi nama Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia, disingkat IPSI. Dengan tujuan:

1. Mempersatukan dan membina seluruh perguruan Pencak Silat yang terdapat di Indonesia.

2. Menggali, melestarikan, mengembangkan dan memasyarakatkan Pencak Silat serta nilai-nilainya.

3. Menjadikan Pencak Silat beserta nilai-nilainya sebagai sarana nation dan character building serta sarana perjuangan bangsa.

Dalam konteks ketahananan nasional, seni beladiri ini dapat dipergunakan sebagai filter budaya dari luar yang masuk ke Indonesia. Pencak silat sebagai seni beladiri lokal menjadi salah satu alat pemersatu bangsa, untuk mengharumkan nama bangsa Indonesia dan menjadi bagian dari identitas bangsa Indonesia. Silat telah memberikan banyak sumbangsih pada negara dan bangsa ini, baik dalam hal pencapaian prestasi olahraga maupun dalam penguasaan bela Negara. Dan para cerdik cendekiawan yang bijak mengatakan “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budayanya luhurnya sendiri”.

Dalam budaya beberapa suku bangsa di Indonesia, pencak silat merupakan bagian tak terpisahkan dalam upacara adatnya. Misalnya kesenian Tari Randai yang tak lain adalah gerakan silek hariamau Minangkabau yang kerap ditampilkan dalam berbagai perhelatan dan acara adat Minangkabau. Dalam prosesi pernikahan adat Betawi terdapat tradisi palang pintu, yaitu peragaan silat Betawi yang dikemas dalam sebuah sandiwara kecil, yang sering diperagakan dalam prosesi pernikahan.

Acara ini biasanya digelar sebelum akad nikah, yaitu sebuah drama kecil yang menceritakan rombongan pengantin pria dalam perjalanannya menuju rumah pengantin wanita dihadang oleh jawara (pendekar) kampung setempat yang dikisahkan juga menaruh hati kepada pengantin wanita. Maka terjadilah pertarungan silat di tengah jalan antara jawara-jawara penghadang dengan pendekar-pendekar pengiring pengantin pria yang tentu saja dimenangkan oleh para pengawal pengantin pria.

Dari dulu Pencak Silat beladiri mempunyai peran penting di masyarakat kita. Kepulauan Nusantara ini, yang didiami berbagai macam suku bangsa dengan karakteristik biologis, sosial, dan kebudayaan yang berbeda-beda, namun mereka sama-sama mempunyai tradisi mempelajari Pencak Silat sebagai alat pembela diri dalam usaha bertahan, dan menghadapi alam, binatang, maupun manusia. Pencak silat memiliki peranan cukup penting dalam meningkatkan sikap mental dan kualitas diri generasi muda.

Hal ini tentu saja akan terkait dengan tujuan pengembangan generasi muda yang berkesinambungan, sehingga pencak silat menjadi suatu peluang bagi lembaga-lembaga pendidikan untuk ikut membantu meningkatkan kualitas peserta didik melalui pelatihan sikap mental dan kedisiplinan sehingga akan mencetak generasi muda yang berjiwa kesatria. Pencak Silat yang tumbuh dan berkembang di Negara kita ini adalah buah karya manusia, sekaligus pedoman orientasi kehidupan bagi dirinya. Sebagai refleksi dari nilai-nilai masyarakat, Pencak Silat merupakan sebuah sistem budaya yang saling mempengaruhi dengan alam di lingkungannya dan tidak dapat terpisahkan dari derap aktivitas manusia.

Bila pada tingkat perseorangan Pencak Silat membina agar manusia bisa menjadi teladan yang mematuhi norma-norma masyarakat, sedangkan pada tingkatan koletif atau sosial Pencak Silat besifat kohesif yang dapat merangkul individu-individu dan mengikat mereka dalam suatu hubungan sosial yang menyeluruh. Dalam hal ini, fakta tersebut menyatakan bahwa pencak silat di Indonesia memiliki beberapa nilai positif yaitu, meningkatan kesehatan dan kebugaran, membangkitkan rasa percaya diri, melatih ketahanan mental, mengembangkan kewaspadaan diri yang tinggi, membina sportivitas dan jiwa ksatria, disiplin dan keuletan yang lebih tinggi.

RANGKUMAN

Pencak silat merupakan salah satu olahraga tradisional bangsa Indonesia yang harus dilestarikan. Pengertian pencak silat memiliki suatu pengertian yang sangat luas dan memiliki fungsi yang jelas, diantaranya adalah bahwa Pencak Silat sebagai alat untuk berolah raga, sebagai alat untuk beladiri, sebaga wahana spiritualitas, sebagai pertunjukan atau kesenian, dan sebagai sarana untuk membela bangsa.

Pencak silat sebagai salah satu seni budaya asli Indonesia mampu memberikan peranan penting bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan eksistensinya di mata dunia. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan Pencak Silat dewasa ini khususnya perkembangan di negara tetangga, seperti Malaysia, Brunei. Singapura. Filipina dan Thailand Selatan, tepatnya di provinsi Pattani. Di samping perkembangan di beberapa Negara, saat ini Pencak Silat telah dipertandingkan dalam event-event resmi seperti SEA Games, Asian Games dan Kejuaraan Dunia. Dengan telah dipertandingkannya Pencak Silat dalam event-event resmi otomatis olahraga pencak Silat semakin diminati dan dikenal banyak orang, sehingga dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia.

Dahulu para pahlawan menggunakan pencak silat sebagai cara untuk melawan penjajah asing, setelah kemerdekaan pencak silat menjadi bagian dari budaya dan kini pencak silat telah menjadi olahraga, menjadi salah satu lifestyle, salah satu pilihan untuk merefleksikan diri dan juga melatih kebugaran fisik untuk pertahanan diri. Tanpa kita sadari, pencak silat ini telah menjadi identitas nasional, dimana olahraga ini, kebudayaan ini, telah muncul di mana-mana dalam masyarakat kita. Pencak silat di negara kita, tak ubahnya taekwondo atau karate di jepang dan korea, yang pada akhirnya seni beladiri ini lah yang menjadikan salah satu bukti ke-eksistensian mereka di negara lain, taekwondo dan karate telah membawa nama korea dan jepang ke seluruh dunia.

Kini, pencak silat pun kian diminati oleh masyarakat, baik masyarakat Indonesia, ataupun masyarakat internasional. Di Amerika dan beberapa negara di eropa, beberapa perguruan pencak silat telah menerima murid-murid di negara-negera itu. Pencak silat kini bisa disejajarkan dengan seni beladari lain semacam taekwondo, karate, judo, kempo, muay thai, dan lain sebagainya. Di Universitas Diponegoro sendiri, juga ada beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berjenis pencak silat, dan memiliki persatuan yang berbeda pula, seperti Persatuan Setia Hati Terate, Merpati Putih, dan lain sebagainya. Ini juga menjadi bukti bahwa pencak silat merupakan salah satu kunci eksistensi banga, bahwa bangsa ini masih ada, budaya bangsa ini masih ada, salah satunya masih banyaknya animo masyrakat untuk melestarikan keberadaan seni beladiri pencak silat ini.

* Pengajar Jurusan Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

DAFTAR PUSTAKA

M., Saleh. 1991. Pencak Silat (Sejarah Perkembangan, Empat Aspek, Pembentukan Sikap dan Gerak).

Bandung: IKIP. Maryono, O’ong. 2000. Pencak Silat: Merentang Waktu. Yogyakarta: Galang. Subroto,

Joko, dan Moh. Rohadi. 1996. Kaidah-Kaidah Pencak Silat Seni yang Tergabung dalam IPSI. Solo: CV

Aneka. Internet: http://www.156tribuana.wordpress.com/sekelumit-peranan-pencak-silat/
http://www.trisukmajatipurworejo.blogspot.com/2012/06/apa-itu-pencak-silat.html
http://www.syahazis-nangin.blogspot.com/2012/07/pencak-silat-wadah-pemersatu-bangsa.html
http://www.id.wikipedia.org/wiki/pencak silat
http://www.id.wikipedia.org/wiki/Ikatan Pencak Silat Indonesia

Fenomena Pencak Silat dalam Budaya Tutur Masyarakat Indonesia

Oleh: Suprapto Purwijayanto

A

  • Sejarah bangsa Indonesia tidak terbiasa dengan budaya tulis sehingga banyak sejarah bangsa ini sangat kurang tentang bukti materi sejarahnya.  Begitupun juga dengan sejarah Pencak Silat, sangat minim bukti materi tentang asal usul kapan ini muncul di Nusantara.

Akan tetapi bukannya tidak ada bukti materi sama sekali tentang sejarah Pencak Silat, butuh penelitian detail lebih lanjut untuk mencari bukti materi tambahan tentang sejarah Pencak Silat di Nusantara ini.

  • Ada banyak aliran Pencak Silat yang tersebar di seluruh Pelosok Nusantara, aliran yang masih memegang erat adat tradisi, aliran yang mengajarkan pesan pesan moral melalui tutur berdasarkan apa yang mereka dengar dari para pendahulunya
  • Pencak Silat di Nusantara berkembang dengan budaya tutur dari sisi sejarah, filosofi dan kaidah
  • Budaya tutur bukannya tidak bisa dijadikan alat bukti materi untuk penelitian sejarah Pencak Silat akan tetapi sangat memungkinkan terjadinya distorsi sejarah, kaidah dan pesan moral .
  • Penelitian detail tentang Pencak Silat dari tutur lisan akan membutuhkan banyak narasumber sehingga data tersebut bisa saling menguatkan dari bukti materi yang telah ada
  • Fenomena yang terjadi saat ini adalah banyak kalangan muda di negeri ini yang lebih kritis dalam menyikapi sejarah Pencak Silat. Mereka membutuhkan suatu bukti nyata tentang asal usul yang akan mereka pelajari. Saat kemudian bukti sejarah sangat kurang maka hal tersebut akan mengurangi minat mereka.
  • Akan tetapi sangat berbanding terbalik dengan minat bangsa-bangsa mancanegara yang ingin mempelajari Pencak Silat, mereka sangat suka sekali dikala melihat hal-hal budaya yang masih memegang erat tata cara tradisi.
  • Penelitian dan pendataaan sangat diperlukan saat ini tentang aliran/perguruan Pencak Silat di Nusantara
  • Saat ini butuh kerjasama semua pihak untuk bisa mewujudkan pendataan dari Aliran/Perguruan Pencak Silat di Nusantara, baik berupa bukti tulis, fotografi maupun video.

B.

  1. PANCAK —–SILEK—————PENCAK SILAT
  2. Para Local Genius yang menyusun Aspek Lengkap Pencak Silat dilandasi oleh local wisdom, filosofi keilmuan dan rasa budaya yang khas. Berkembang dengan aspek beladiri, aspek olahraga prestasi/olahraga kesehatan, aspek rasa seni budaya khas dan aspek pembinaan mental spiritual
  3. Dimulai dari belajar keadaan di hutan (binatang buas dll )  meningkat di pekarangan , sampai keilmuan di kraton-kraton/ pusat kekuasaan. Pengaruh tantangan alam, kebutuhan zaman, rasa seni budaya, mewarnai variasi keragaman Pencak Silat dengan demikian ada yang dilestarikan dalam tari/senitari.
  4. Olah diri Pencak silat memenuhi kebutuhan seni budaya, beladiri pribadi, keprajuritan, telik sandi, ke-manggalayuda-an sampai kebutuhan Adipati/Raja
  5. Tahap dari kulit ke inti, dari inti ke kulit, dari olah diri untuk melumpuhkan/merusak lawan, masuk tahap pamungkas, menuju memperbaiki, menyembuhkan dan membangun/meningkatkan kemanusiaan
  6. Filosofi Keilmuan/Local Wisdom inilah yang juga menjadi faktor pembeda dengan beladiri khas bangsa lain (yang sangkan paran-nya adalah Zen Budhisme, Hinduisme, Taoisme dan Confusianisme). Meski ada yang campursari diwarnai rasa seni budaya Indonesia, jejak dan akar budaya pencak silat bisa dilacak sampai akar budayanya , misalnya pada Silek Minangkabau, Maenpo Pasundan, Pencak Jawa dan sebagainya.
  7. Sebagai contoh keilmuan pencak silat suku Jawa akan berlandaskan pada local wisdom Jejak keilmuan Kaprajuritan Olahdiri, Kahusadan, Kanuragan, Kawaskitan dan seterusnya. Secara berkesinambungan diimplementasikan sampai saat ini dengan prinsip “Mewarisi dan Mengembangkan” difilter dari unsur musyrik, diterjemahkan dalam bahasa universal, agar filosofi dan keilmuan khas pencak silat bisa mendunia tetap dengan jatidiri Indonesia.
  8. Sebagai salah satu contoh PPS Betako MERPATI PUTIH, 2 April 1963, yang dari keilmuan keluarga diturunkan secara terbatas dan tertutup, sejak jaman Amangkurat dan sebelumnya, mengimplementasikan dalam kebutuhan fase kini :
  • Olahraga kesehatan/kebugaran
  • Olahraga beladiri prestasi
  • Beladiri umum
  • Beladiri militer/penunjang kedinasan
  • Beladiri dalam gelap dikembangkan untuk meningkatkan orientasi dan mobilitas tunanetra
  • Pengembangan latihan regenerasi sel dll
  • Penajaman kemampuan penyembuhan/kahusadan
  1. Pilot Project pengembangan keilmuan tradisonal penyembuhan pencak silat MP diberi istilah Multiple Bio Genesis (MBG) menunjukkan dalam setahun terakhir mendapat hasil dan tanggapan positif termasuk di Eropa. Dalam beberapa hal mampu menembus kebuntuan medik.
  2. Keluhuran nilai pencak silat yang khas dan tetap bisa dikembangkan untuk manfaat kemanusiaan yang lebih luas. Makin memantapkan kita untuk mengajukan pencak silat sebagai warisan budaya non benda Indonesia ke UNESCO. Dengan kesadaran meski mendunia, Indonesia musti sungguh-sungguh bertindak sebagai Pusat Pengembang/Pusat Keilmuan Pencak Silat.

SUPRAPTO PURWIJAYANTO, Jakarta, 16.03.2014 –

Disampaikan dalam Sarasehan Pencak Silat Road to UNESCO

Pencak Silat adalah Upaya Memanusiakan Manusia

Oleh H Eddie M Nalapraya

Bapak Pencak Silat Indonesia (Eddie M Nalapraya)

Assalamualaikum wr.wb.

Puja dan Puji hanya terpanjatkan bagi Allah SWT, serta sholawat dan salam senantiasa kita tujukan pada Nabi Muhammad SAW.

Segala hormat saya ucapkan pada para sesepuh Pencak Silat yang hadir kali ini.

Sebagai insan Pencak Silat, kita harus mengingat satu hal penting; yakni Ikrar dan Janji seorang Pendekar. Ikrar dan Janji Pendekar di masing-masing perguruan pada hakikatnya menjadikan Pencak Silat sebagai Upaya Memanusiakan Manusia. Kita diajarkan untuk melihat, merasakan dan memutuskan sesuatu dengan kehalusan jiwa. Setelahnya jiwa kesatria kita mengajarkan cara untuk mempertahankan tekad dengan sekuat raga. Dan sebagai pendekar kita harus selalu mengingat bahwa menyakiti orang lain adalah sebuah pantangan bagi kita.

Hari ini Pencak Silat telah dikenal dan diajarkan di 40 negara di dunia ini. Hal ini membuktikan bahwa Pencak Silat berbicara tentang kemanusiaan dan kedamaian sehingga dicintai masyarakat dunia. Semua itu tentu adalah hasil kerja keras para pendekar. Dengan kekuatan tekad kita bersama mengenalkan Pencak Silat pada dunia. Sehingga tidak ada kata tidak mungkin bagi kita, menguatkan kembali tekad untuk mendaftarkan Pencak Silat ke Unesco. Ini adalah upaya dan salah satu cara agar kita bisa memasukkan Pencak Silat dalam ajang Olimpiade.

Ini harus menjadi cita-cita kita bersama. Menjadi ikrar dan janji kita bersama. Serta menjadi tekad dan upaya kita bersama. Mendaftarkan Pencak Silat ke UNESCO bukan semata-mata berbicara tentang pengakuan dunia, tapi lebih penting dari itu kita sebagai pendekar sedang berbicara tentang jatidiri bangsa. Maka dari itu pentingnya pengumpulan data dokumentasi dan sejarah Pencak Silat adalah upaya kita, sebagai bentuk ikrar dan janji pendekar untuk melestarikan Budaya Pencak Silat dari generasi ke generasi.

Ruh Pencak Silat itu adanya di Perguruan, bukan di Pengurus Besar. Dan itu dibuktikan, bahwa tiga minggu yang lalu saya diundang ke Jawa Barat untuk acara yang dihadiri 10.000 pesilat. Itu baru pertama kali sejak saya memimpin di IPSI. Acara ini berhasil masuk MURI. Tahun 1979 saya juga pernah bikin acara mengundang 12.000 pesilat di Istora Senayan, tapi tidak ada peragaan. Hanya kumpul saja.

Silat adalah juga olahraga yang punya aspek security and prosperity. Di Silat, sebelum orang belajar jurus diajari dulu bagaimana menjadi orang berbudi pekerti luhur. Itulah warisan budaya yang ditinggalkan oleh nenek moyang kita. Barulah Pak Wongso melahirkan istilah Pencak Silat dengan tugas olahraga.  Apa manfaatnya dengan adanya security and prosperity ini? Menunjang ketahanan nasional.  Jadi alangkah baiknya kalau anak-anak kita, mulai SD, SMP dan SMA. Syukur-syukur bisa masuk kurikulum.

Untuk berbicara masa depan, jangan sekali-kali kita melupakan dan meninggalkan sejarah. Dulu saat IPSI berdiri di tahun 1948, Bapak Wongsonegoro mencetuskan nama “Pencak Silat” sebagai seni beladiri tradisional yang penuh kehalusan jiwa dan sentuhan karya seni. Pencak Silat tidak melepaskan ilmu beladiri dari sentuhan halus jiwa seni. Pencak Silat tidak hanya berbicara tentang cara menaklukkan dan mengalahkan lawan, melainkan mengajarkan dan mengingatkan tentang kemanusiaan seseorang. Dan dalam Pencak Silat, kehalusan jiwa seni itu berpadu dengan kekuatan tekad untuk menegakkan ikrar dan janji seorang pendekar, yakni; MENYATUKAN dan MENGEMBANGKAN KARAKTER Bangsa Indonesia.

Dalam upaya mewujudkan Ikrar dan Janji  seorang pendekar, kita jangan berhenti dan berbangga diri atas pencapaian Pencak Silat hari ini. Karena sesungguhnya pencapaian yang sesungguhnya adalah melestarikan Pencak Silat sebagai cerminan karakter bangsa. Maka ada beberapa hal yang harus kita siapkan agar Pencak Silat terdaftar sebagai warisan budaya tak benda;

  • Kumpulkan seluruh data berupa Foto tentang pencak silat.
  • Data-data literatur seperi makalah, buku, artikel, maupun jurnal-jurnal penelitian tentang Pencak Silat.
  • Kumpulkan tanda tangan sebagai bentuk dukungan dari Insan Silat
  • Dan yang terakhir kumpulkan seluruh dokumentasi video Pencak Silat yang kita punya.

Jika tidak kita mulai dari hari ini, kapan lagi kita memiliki kesempatan, tenaga, dan gairah untuk mengingat kembali ikrar dan janji kita sebagai pendekar. Ini adalah kesempatan bagi kita hari ini untuk mewariskan segala yang kita punya tentang Pencak Silat pada generasi mendatang.

Jika kita bercermin pada negara tetangga, PESAKA (Perguruan Silat Kebangsaan) di Malaysia yang kelahirannya kita bidani, hari ini telah menyusun sejarah Silat mereka sendiri. Banyak buku telah ditulis dan dicetak untuk generasi mendatang bangsanya. Telah banyak akademisi dan para Doktor yang terlahir dengan jiwa pesilat; belajar silat dan mengajarkan Silat secara keilmuan. Sehingga mereka telah mampu mendirikan sebuah Akademi Silat. Tidakkah kita telah kalah satu langkah?

Namun terlambat tentu lebih baik dari pada tidak sama sekali. Hal ini yang membuat upaya Pendokumentasian Budaya dan Sejarah Pencak Silat menjadi penting. Dari hasil pencarian literatur di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, hanya terdapat 75 judul buku. Dan dari keseluruhan hanya beberapa saja yang berupa kajian penelitian ilmiah. Tidak ada yang salah tentang menulis, itu adalah upaya paling mulia yang pernah dilakukan oleh para pendekar. Namun itu semua tidak cukup, Pencak Silat harus mendapat banyak kajian ilmiah dari segi seni, budaya, bahasa dan olahraga.

Dari sinilah kita memulai. Sekumpulan anak muda peneliti dari Yayasan Gapura Wiksa Nusantara akan melakukan upaya untuk merangkai, menyusun dan meramu Budaya Pencak Silat sebagai sumber kajian ilmiah. Yayasan ini berisi sekumpulan anak muda yang berupaya melakukan langkah-langkah digitalisasi budaya lisan, dalam hal ini budaya lisan Pencak Silat. Meski terbilang masih kecil, ini Yayasan senantiasa berupaya membuat hal-hal yang besar.

Langkah awal dari cita-cita besar ini harus mendapat dukungan dari berbagai pihak. Kehadiran saudara-saudara penggiat Pencak Silat seantero Indonesia yang berkumpul pada hari ini adalah upaya untuk mengumpulkan dukungan dan data awal untuk langkah besar kemajuan Pencak Silat Indonesia. Maka dengan segala keterbatasan Yayasan Gapura Wiksa Nusantara, sekiranya seluruh pendekar dan perguruan Pencak Silat di Indonesia berkenan untuk membantu mengumpulkan seluruh data yang dibutuhkan demi kemajuan Pencak Silat Indonesia.

Pertemuan saya dengan Mody Afandi, ketua Panitia Pencak Silat Road to UNESCO ini dimulai dari pertemuan sederhana dengan obrolan kegelisahan tentang kondisi Pencak Silat. Saat itu sedang berlangsung Acara Pasar Seni Jakarta. Para anak muda ini menghadirkan Pencak Silat sebagai kemewahan dari acara tersebut. Berawal dari obrolan tersebut, acara ini terselenggara.

Maka dengan ini saya ucapkan selamat atas terselenggaranya acara ini, semoga bisa dijadikan bekal guna upaya pendokumentasian kesejarahan dan budaya Pencak Silat. Tak lupa pula saya ucapkan selamat pada Babeh Sanusi alias Babeh Uci yang telah mendapat penghargaan budaya 2013 kategori seniman dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta.

Di tengah kebahagiaan ini, sebagai pengingat usia yang telah kita miliki, ada baiknya kita mengheningkan cipta sejenak atas kepergian Tokoh Pencak Silat sekaligus Pendiri JOKOTOLE Bapak Suhaimi. Mengheningkan cipta dimulai…..

Sebagai kalimat penutup, sekali lagi saya ucapkan selamat atas terselenggaranya acara ini. Sebagai pendekar kita mari kita berikrar dan bertekad untuk menjadikan Pencak Silat sebagai salah satu pilar jati diri bangsa yang mendunia. (*)